Assalamualaikum Sahabat Alam,
Salam lestari..
kali ini mimin mau bahas masalah Caving (Gua),
Kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es atau salju kini bukan lagi merupakan suatu impian. Ada satu kegiatan lain di alam bebas yang mulai berkembang, yaitu Penelusuran Gua.
Salam lestari..
kali ini mimin mau bahas masalah Caving (Gua),
Kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es atau salju kini bukan lagi merupakan suatu impian. Ada satu kegiatan lain di alam bebas yang mulai berkembang, yaitu Penelusuran Gua.
Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan dilakukan di
alam terbuka, tidak demikian halnya dengan telusur gua ; kegiatan ini justru
dilakukan di dalam tanah.
Setiap penelusuran gua tidak menginginkan lorong yang
ditelusurinya berakhir, mereka mengharapkan di setiap kelokan di dalam gua
dijumpai lorong-lorong yang panjangnya tidak pernah disaksikan oleh siapapun
sebelumnya.
Sehingga apabila orang bertanya, “ Mengapa mereka memasuki gua ?”,
barangkali catatan Norman Edwin adalah jawabannya, “ Adalah suatu kepuasan bagi
seorang penelusur gua bila lampu yang dibawanya merupakan sinar pertama yang
mengungkapkan sebuah pemandangan yang menakjubkan di bawah tanah”.
Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu
rekahan dan cairan. Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona lemah”,
merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar.
Cairan ini dapat berupa larutan magma atau air. Larutan magma menerobos ke luar
karena kegiatan magmatis dan mengikis sebagian daerah yang dilaluinya.
Apabila
kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya (penyusutan magma cair) akan
meninggalkan bentuk gua, lorong, celah atau bentuk lain semacamnya. Ini sering
disebut gua lava, biasanya di daerah gunung berapi.
Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilaluinya, tidak
hanya proses mekanis, tetapi juga proses kimiawi. Karenanya, dinding celah atau
gua, biasanya mempunyai permukaan yang halus dan licin.
Pembentukan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan
gamping, karst, dengan komposisi dominan Kalsium Karbonat (CaCO3), disebut gua
batu gamping. Batuan ini sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan atau air
tanah. Oleh karenanya, reaksi kimiawi dan pelarutan dapat terjadi di permukaan
dan di bawah permukaan.
Tetapi sering kali ditemukan juga mineral-mineral hasil
reaksi yang tidak larut di dalam air, misalnya kuarsa dan mineral ‘lempung’.
Lazimnya bahan-bahan ini akan membentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan
jenuh kalsium, di tempat yang tidak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan
dalam bentuk kristalin, antara lain berupa stalagtit dan stalagmit, yang
tersusun dari mineral kalsit, dan variasi-variasai ornamen gua lainnya yang
menarik untuk dilihat.
Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih rendah. Sama
dengan yang terjadi di bawah permukaan. Sama dengan yang terjadi di bawah
permukaan. Hal ini berakibat daya reaksi dan pengikisan bersifat kumulatif.
Tidak heran betapapun kecilnya sebuah celah tempat masuknya air di permukaan
dapat menyebabkan hasil pengikisan berupa rongga yang besar, bahkan lebih besar
di tempat yang lebih dalam. Rongga yang terbentuk mestinya berhubungan pula,
hal ini mungkin karena sifat air yang mudah menyusup ke dalam celah yang kecil
dan sempit sekalipun.
Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada intensitas
proses kimiawi dan pengikisan yang berlangsung, akan tetapi juga ditentukan
oleh jangka waktu proses itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang terjadi di
bawah permukaan tidak menentu. Seandainya ditemukan pola rongga yang spesifik
(mengikuti arah tertentu) maka dapat diperkirakan faktor geologi ikut berperan,
misalnya adanya sistim patahan atau aspek geologis lainnya.
Etika
Penelusuran Gua
Penelusuran gua merupakan kegiatan kelompok, karenanya dalam
setiap penelusuran tidak dibenarkan seorang diri. Jumlah minimal untuk sebuah
eksplorasi gua adalah 4 orang. Hal ini didasarkan atas pertimbangan, jika
terjadi kecelakaan pada salah seorang anggota kelompok, satu orang dibutuhkan
untuk menjaganya, sedangkan dua lainnya mempersiapkan pertolongan (rescue),
atau kalau tidak mungkin, cari pertolongan kepada penduduk.
Sebelum memasuki gua, hal yang harus dilakukan adalah
meninggalkan pesan kepada orang lain tentang : tujuan gua yang akan dimasuki,
jumlah penelusur, lama kegiatan, bagian gua yang akan dimasuki, dan lain-lain.
Kemudian tinggalkan seorang pengamat di luar gua. Orang ini akan sangat berguna
untuk memberi peringatan, jika terjadi sesuatu di luar gua, misalnya hujan
lebat yang dapat mengakibatkan banjir dalam gua. Kalau tidak mungkin, pelajarilah
keadaan cuaca terakhir di daerah tersebut, juga disiplin waktu yang disepakati.
Hal lain yang harus diperhatikan, yaitu membawa makanan dan
minuman. Paling penting kondisi badan harus selalu fit di saat melakukan
penelusuran gua. Sikap yang baik, menyadari kemampuan diri sendiri dan tidak
memaksakan diri untuk menelusuri gua, jika kondisi atau kemampuan tidak
memungkinkan.
Satu hal yang harus diresapi dan disadari oleh setiap
penelusur gua yaitu masalah “konservasi”. Jangan mengambil apapun, jangan
meninggalkan apapun dan jangan bunuh apapun. Setiap buangan yang ditinggalkan
akan merusak lingkungan biologis gua yang sangat rapuh, misalnya sampah karbit.
Bawalah semua sampah-sampah ke luar gua dan buang ke tempat pembuangan sampah.
Setiap kerusakan yang ditimbulkan oleh penelusur adalah tindakan tercela,
karena untuk merusakkan benda-benda dalam gua misalnya stalagmit dan stalagtit
hanya butuh beberapa detik saja, sedangkan proses pembentukan benda-benda
tersebut membutuhkan waktu ribuan bahkan jutaan tahun.
Jika prinsip-prinsip di atas disadari dan dilaksanakan oleh
penelusur gua, maka semboyan: take nothing but picture, leave nothing but
footprint, kill nothing but time, terasa semakin berarti.
Stalaktit adalah sejenis mineral sekunder (speleothem) yang
menggantung di langit-langit gua kapur. Nah, inilah yang sering kita lihat ada
di langit-langit atas gua. Sedangkan Stalakmit adalah batuan yang terbentuk di
lantai gua, hasil dari tetesan air di langit-langit gua di atasnya, letaknya
ada dibawah lantai gua. Stalaktit dan stalakmit ini masuk dalam jenis batu
tetes (dripstone).
Stalaktit dan stalakmit adalah bentuk khas daerah Karst yang
terbentuk dari proses pelarutan air di daerah kapur secara terus-menerus. Air
yang larut tersebut akan masuk ke lubang-lubang (doline) yang turun ke gua dan
akan menetes ke dasar gua. Tetesan-tetesan tersebut akan berubah menjadi batuan
berbentuk runcing. Stalaktit membentuk batuan runcing kebawah, sedangkan
stalakmit membentuk batuan runcing ke atas.
Dalam setahun, stalaktit dan
stalakmit akan bertumbuh rata-rata sebanyak 0,13 mm (0,005 inci). Saat mengalami
pertumbuhan cepat, stalaktit bisa tumbuh 3 mm (0,12 inci) per tahun.
Selain bentuknya yang indah, ternyata ada fakta unik yang
menyebutkan bahwa stalaktit dan stalakmit ternyata bisa mengeluarkan bunyi.
Cukup sekian dulu pembahasan kita kali ini. Semoga kita
cepat berjumpa kembali.
Terima kasih.
LESTARI!!!
Terima kasih.
LESTARI!!!
Caving (Gua) di Kab Pidie
Reviewed by Belokkpl
on
03.13
Rating:
Tidak ada komentar: